Rabu, 28 November 2012

buat bross

-->

Tutorial : brooch


1. Siapkan kerangka untuk bros.

2. Buat sulaman diatas kain yang telah disesuaikan dengan ukuran bros, lebihkan untuk lipatan bagian dalam. Lalu jelujur pinggiran kain.

3. Masukkan sarangan kedalam kain yang telah disulam. Tarik benang hingga menyatu di tengah.

4. Jahit bagian tengah supaya tidak bergeser.

5. Pasang bagian belakang bros.

Note :
* Jika tidak mempunyai kerangka bros seperti ini, dapat diganti dengan kardus yang telah digunting bentuk bulat. Lalu bagian belakang menggunakan flanel. Satukan bagian depan & belakang dengan lem, pasang peniti. Jadi dech..!





bacaan


المُطَالَعَةُ الْجَيِّدَةُ
إِنَّ الْغَرْضَ مِنْ دُرُوْسِ الْمُطَالَعَةِ هُوَ تَعْوِيْدُ التَّلاَمِيْذِ فَهْمَ مَا يَقْرَؤُوْنَ مِنَ الْكُتُبِ وَ غَيْرِهَا فَهْمًا جَيِّدًا سَرِيْعًا مِنْ غَيْرِ كَدٍّ أَوْ مَشَقَّةٍ، ثُمَّ جَوْدَةُ النُّطْقِ وَ حُسْنُ الْإِلْقَاءِ حَتَّى يَسْهُلَ عَلى السَّامِعِ أَيْضًا فَهْمَ الْآرَاءِ و الْمَعَانِى الَّتِى يُرَادُ تَوْصِيْلُهَا إِلَيْهِ، فَيَجِبُ إِذَنْ أَنْ تَتَوَافَرَ فِى ذَالِكَ الشُّرُوْطُ الآْتِيَةُ :
 ١ إِخْرَاجُ الْحُرُوْفِ مِنْ مَخَارِجِهَا الصَّحِيْحَةُ
 ٢نُطْقُ الْكَلِمَاتِ وَ الْعِبَارَاتِ الْقَائِمَةِ بِنَفْسِهَا دَفْعَةً وَاحِدَةً وَ فَصْلُهَا عَنْ غَيْرِهَا حَسْبِ الْمَعْنَى مِنْ غَيْرِ التَّرَدُّدِ وَ التِّكْرَارِ. إِنَّ عَلاَمَاتِ الْوَقْفِ خَيْرٌ مُعَيَّنٌ عَلَى ذَالِكَ
٣تَنْوِيْعُ الصَّوْتِ بَيْنَ رَفْعٍ وَ خَفْضٍ، وَ شِدَّةٍ وَلِيْنٍ، بِحَسْبِ الْمُنَاسِبَاتِ بِشَرْطٍ أَنْ يُظْهِرَ الْقَارِئُ مَا يَدُلُّ عَلَى شُعُوْرِ الْكِتَابِ مِنْ فَرَحٍ أَوْ حُزْنٍ أَوْ فَخْرٍ أَوْ حُمَّاسٍ أَوْ تَعَجُّبٍ
 ٤الْإِعْتِدَالُ فِى الصَّوْتِ حَتَّى لاَ يَكُوْنَ جَهْرِيَّا مُزْعِجًا أَوْ خَافَتًا  
 ٥الْإِعْتِدَالُ فِى السُّرْعَةِ فَيَجِبُ أَنْ لاَتَكُوْنَ الْقِرَاءَةُ بَطِيْئَةٌ فَيُمَلِّهَا السَّامِعُ وَلاَسَرِيْعًا فَلاَ يَتَمَكَّنُ مِنْ إِحْسَانِ فَهْمِهَا
 ٦مُلاَحَظَةُ الْمَدِّ والْإِدْغَامِ والْقَلَبِ وَالْإِخْفَاءِ وَالْوَقْفِ
(محمد يونس و قاسم بكر، التربية و التّعليم الجزء الثّالث)
المُفْرَدَاتُ
عَوَّدَ-يُعَوَّدُ-تَعْوِيْدٌ : 
كَدَّ-يَكِدُّ-كَدٌّ :
شَقَّ-يَشُقُّ-شِقَّةٌ-وَمَشَقَّةٌ :
جَادَ-يَجُوْدُ-جَوْدَةٌ :
نَطَقَ-يَنْطَقُ-نُطْقٌ :
تَوَافَرَ-يَتَوَافَرُ :
نَوَّعَ-يُنَوِّعُ :
مَلَّى-يُمَلِّى :
MEMBACA YANG BENAR
Sesungguhnya tujuan dari pelajaran muthola’ah yaitu membiasakan murid untuk memahami apa yang mereka baca dari kitab dan selainnya, dengan pemahaman yang benar dan cepat tanpa jerih payah, kemudian memperbarui perkataannya dan memperbaiki penyampaiannya sehingga pendengar juga mudah memahami ide pokok serta makna yang dia harapkan. Oleh karena itu harus mencangkup syarat-syarat berikut :
1.      Mengeluarkan huruf dari makharijul hurufnya yang benar.
2.      Mengucapkan kata per kata serta ungkapan-ungkapan yang sesuai dengan artinya, sehingga tak berbelit-belit dan mengulang-ngulang. Karena sesungguhnya tanda-tanda waqaf itu lebih baik ditentukan.
3.      Meragamkan suara diantara yang tinggi, rendah, kuat dan lemah yang sesuai dengan syaratnya, dan pembaca harus menampakkan apa yang dirasakan kitab seperti bahagia, sedih, bangga, semangat dan takjub.
4.      Sedang suaranya sehingga tidak terlalu keras, mengagetkan atau menakutkan.
5.      Sedang kecepatannya, oleh karena itu bacaan tidak boleh  lambat, sehingga pendengar merasa bosan dan tidak boleh cepat, sehingga tidak memungkinkan baik dalam pemahamannya.
6.      Menjaga bacaan mad, idhghom, iqlab, ikhfa’, dan waqaf.

Rabu, 20 Juni 2012

Emotional, Spritual Quotient

E S Q
(EMOTIONAL, SPRIRITUAL QUOTIENT)



I.         PENDAHULUAN
Persoalan pokok kehidupan masyarakat di Indonesia dan berbagai belahan dunia lainnya pada umumnya adalah dominasi paham sekularisme yang didorong oleh kehidupan yang serba materialistis. Di banyak negara maju, banyak orang yang terkategori sukses dalam kariernya namun ia merasa tidak bahagia. Setelah sukses ternyata ia hanya menjadi budak waktu yang bekerja untuk memenuhi tuntutan para mitra dan kliennya. Keberhasilannya hanya menjadi ”penjara” bagi dirinya.
Mereka tidak bahagia dengan kesuksesannya. Umumnya mereka menyadari telah menaiki tangga yang salah justru setelah mencapai puncak tertinggi dari anak tangga kariernya. Pada akhirnya, uang yang berlimpah, harta, pangkat, kedudukan dan penghormatan bukanlah sesuatu yang mereka cari selama ini. Hal ini menjadi suatu penyakit baru yang dinamakan dengan spiritual pathology atau spiritual illness.
Fenomena tersebut disinyalir karena kurang adanya keseimabangan antara kecerdasan Emosional dan Spriritual (ESQ). Saat ini ESQ seolah menjadi ikon paradigma baru dalam menjalani kehidupan yang penuh turbulensi bagi para professional dan next generation negeri ini. Target dengan adanya ESQ dapat menjadi panduan surfing di samudera kehidupan, senantiasa online dengan pusat kehidupan hakiki, hidup inline dengan garis orbit kehidupan yang sesungguhnya, dan istiqomah tetap berpusat pada kiblat dan garis edar yang benar saat offline.




II.      RUMUSAN MASALAH
Dari uraian pendahuluan diatas dapat kita tarik beberapa rumusan masalah yang akan dibahas yaitu;
1.         Bagaimanakah Definisi dari ESQ itu sendiri?
2.    Bagaimanakah Manusia dalam Konsep ESQ?
3.    Bagaimanakah Maningkatkan dan Mengembangkan ESQ dalam diri manusia?

III.   PEMBAHANSAN
1.      Definisi ESQ
Menurut L. Crow, dan A.Crow, Emosi adalah pengalaman yang afektif yang disertai oleh penyesuaian batin secara menyeluruh, dimana keadaan mental dan fisiologi sedang dalam kondisi yang meluap-luap, juga dapat di perlihatkan dengan tingkah laku yang jelas dan nyata.[1] Peter salovey dan Jack Mayer pencipta istilah “kecerdasan Emosional” menjelaskan sebagai kemampuan “kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran , memahami perasaan dan maknanya dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual”.  Dengan kata lain EQ adalah serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita melapangkan jalan di dunia yang rumit-aspek pribadi, social, dan pertahanan dari seluruh kecerdasan, akal sehat yang penuh misteri, dan kepekaan yang penting untuk berfungsi secara efektif setiap hari. [2]
Menurut Goleman (2002) kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Kecerdasan emosional : kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa.[3]
Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup.
Pusat dari EQ adalah “qalbu” . Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat , integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.
Mengenai letak qalb, seorang ulama salaf terkenal yang memiliki otoritas dalam masalah jiwa, Imam al-Ghazaly, menyatakan bahwa qalb sebagai daging yang bersuhu panas berbentuk kusama berada di sisi sebelah kiri dada, di dalam isinya ada rongga yang berisi darah hitam sekali, dan kalbu itu tempat melahirkan jiwa yang bersifat hewani serta tempat asalnya. Dengan pengertian ini, kalbu yang dimaksud al-Ghazaly menunjuk kepada jantung.[4] Al-Qur’an sendiri mengisyaratkan mengenai hal tersebut dalam surat al-Hajj (22) ayat 46.
óOn=sùr& (#r玍šo Îû ÇÚöF{$# tbqä3tGsù öNçlm; Ò>qè=è% tbqè=É)÷ètƒ !$pkÍ5 ÷rr& ×b#sŒ#uä tbqãèyJó¡o $pkÍ5 ( $pk¨XÎ*sù Ÿw yJ÷ès? ㍻|Áö/F{$# `Å3»s9ur yJ÷ès? Ü>qè=à)ø9$# ÓÉL©9$# Îû ÍrߐÁ9$# ÇÍÏÈ  
Artinya: “Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”.
Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya.[5]
Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient)
Kecerdasan spiritual atau yang biasa dikenal dengan SQ (bahasa Inggris: spiritual quotient) adalah kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif.
SQ merupakan fasilitas yang membantu seseorang untuk mengatasi persoalan dan berdamai dengan persoalannya itu Ciri utama dari SQ ini ditunjukkan dengan kesadaran seseorang untuk menggunakan pengalamannya sebagai bentuk penerapan nilai dan makna.
Kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik akan ditandai dengan kemampuan seseorang untuk bersikap fleksibel dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, mampu menghadapi penderitaan dan rasa sakit, mampu mengambil pelajaran yang berharga dari suatu kegagalan, mampu mewujudkan hidup sesuai dengan visi dan misi, mampu melihat keterkaitan antara berbagai hal, mandiri, serta pada akhirnya membuat seseorang mengerti akan makna hidupnya.[6]
Kecerdasan spiritual atau spiritual intelligence atau spiritual quotient (SQ) ialah suatu intelegensi atau suatu kecerdasan dimana kita berusaha menyelesaikan masalah-masalah hidup ini berdasarkan nilai-nilai spiritual atau agama yang diyakini. Kecerdasan spiritual ialah suatu kecerdasan di mana kita berusaha menempatkan tindakan-tindakan dan kehidupan kita ke dalam suatu konteks yang lebih luas dan lebih kaya, serta lebih bermakna. Kecerdasan spiritual merupakan dasar yang perlu untuk mendorong berfungsinya secara lebih efektif, baik Intelligence Quotient (IQ) maupun Emotional Intelligence (EI). Jadi, kecerdasan spiritual berkaitan dengan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional.[7]
Berman mengungkapkan bahwa kecerdasan spiritual (SQ) dapat memfasilitasi dialog antara pikiran dan emosi, antara jiwa dan tubuh. Dia juga mengatakan bahwa kecerdasan spiritual juga dapat membantu sesorang untuk dapat melakukan transedensi diri.[8] Pengertian lain mengenai kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran integralistik serta berprinsip hanya karena Allah[9]
Kecerdasan spiritual muncul karena adanya perdebatan tentang IQ dan EQ, oleh karena itu istilah tersebut muncul sebab IQ dan EQ dipandang hanya menyumbangkan sebagian dari penentu kesuksesan sesorang dalam hidup. Ada faktor lain yang ikut berperan yaitu kecerdasan spiritual yang lebih menekankan pada makna hidup dan bukan hanya terbatas pada penekanan agama saja
Peran SQ adalah sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.[10] Nggermanto mengatakan bahwa sesorang yang memiliki SQ tinggi adalah orang yang memiliki prinsip dan visi yang kuat, mampu memaknai setiap sisi kehidupan serta mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan kesakitan.[11]

2.      Manusia Dalam Konsep ESQ
Konsep dasar ESQ diawali dengan God Spot yang berupa anggukan universal. Anggukan universal ini disebut juga dengan suara hati. Semua manusia sama dalam rasa ingin memberi, kasih sayang, ingin maju, mengetahui, ingin bersih, memelihara, menolong, melindungi dan menyukai yang indah. Konsep God Spot ini disebut fitrah atau suara hati yang sama pada setiap manusia. Ary Ginanjar menafsirkan surat Al-Araf ayat 172 tentang adanya perjanjian antara Allah dengan ruh manusia sebagai bukti adanya anggukan universal. Ia mencontohkan dengan adanya persetujuan ketika mendengar atau melihat suatu perbuatan baik seperti menyaksikan film bermutu atau membaca buku bermutu, mendengar percakapan yang berkualitas dan lain-lain.[12]
Ary Ginanjar mempersamakan emosi dengan nafs amarah dan berperan sebagai radar hati . Emosi memiliki dua kondisi kategori yaitu in-line dan offline dari radar orbit. In-line yaitu ketika emosi sesuai dengan hati nurani (God Spot) dan offline ketika tidak sesuai dengan hati nurani. Sedangkan suara hati spiritual adalah nafs mutmainnah. [13] Nilai spiritual menurut Ary Ginanjar adalah ”nilai-nilai yang berlaku dan diterima oleh semua orang, yang sesuai dan bisa diterima dalam skala lokal, nasional dan regional ataupun internasional.” Dijelaskan lebih lanjut bahwa nilai tersebut harus tetap berada pada orbit spiritual yang dapat diterima oleh seluruh penduduk bumi bahkan penduduk langit, yang merupakan nilai puncak atau ”ultimate value”. Nilai ini merupakan prinsip-prinsip yang dapat diterima dalam bahasa bulan, matahari, bintang dan jiwa manusia yang memiliki fitrah tertinggi.
Lalu ia menambahkan, Yang kita cari adalah nilai kebenaran tertinggi, nilai keadilan tertinggi, nilai cinta dan kasih tertinggi, nilai kesetiaan tertinggi, dan nilai kejujuran tertinggi, yang tidak lagi dibatasi lagi oleh perbedaan manusia. Lalu apakah pusat orbit yang mampu menghasilkan ini semua ? [14]
Manusia menurut konsep ESQ adalah makhluk spiritual murni, yaitu makhluk yang ditiupkan ruh-ruh spiritual ke dalam tubuh manusia. Sifat-sifat tersebut kemudian dipadukan ke dalam materi konkret berupa tubuh atau jasad manusia yang terbuat dari tanah. Pendapat ini dibuktikan dengan adanya penemuan ilmiah SQ (Spiritual Quotient) di California University oleh V.S Ramachandran pada tahun 1997, lalu God Spot oleh Michael Persinger, Wolf Singer, dan Rudolfo Llinnas tentang osilasi saraf spiritual. Para ahli tersebut diatas berhasil membuktikan bahwa manusia memiliki makna tertinggi kehidupan manusia (The Ultimate Meaning).[15]
Ary Ginanjar menegaskan bahwa penemuan God Spot pada manusia lebih meyakinkan pendapat ini, karena akan senantiasa mencari Tuhan-nya, yaitu melalui sifat-sifat-Nya, yang selalu diidam-idamkan manusia dan sekaligus merupakan bukti kepekasaan Allah, penghambaan serta penghambaan manusia.[16] Ia juga menambahkan bahwa hal ini yang dinamakan proto kesadaran yang terdeteksi pada osilasi 40 Hz oleh Pare dan Llinas. Dengan bermodalkan Spritual Quotient (SQ), manusia mengabdi kepada Allah untuk mengelola bumi sebagai khalifah dan misi utamanya semata-mata mencari keridhaan Allah, target utamanya adalah menegakan keadilan, perdamaian dan kemakmuran. Langkah nyatanya berupa spiritualisasi di segala bidang. Inilah yang menurutnya The Ultimate Meaning sesungguhnya, yang harus dicari oleh Danah Zohar, dan yang harus dicari oleh Abraham Maslow, yaitu aktualisasi diri melalui Ihsan.[17]
Ary Ginanjar juga menciptakan 33 spiritual capital atau collective unconscious yang menciptakan nilai-nilai (value) serta dorongan dari dalam (drive). Sifat-sifat ini menurutnya termasuk kategori ihsan, atau menuju sifat-sifat Allah (taqarub), yang terletak pada spiritual center (God Spot). Nilai-nilai tersebut diikhtisarkan dari 99 Asmaul Husna yang merupakan proto kesadaran yang terdeteksi pada osilasi Pare-Llinas, yang dianggap sebagai arketipe oleh Zohar, yang diduga sebagai super-ego oleh Freud, self-actualization oleh Maslow, unconscious-mind oleh Carl Jung, dan dinamakan ”makna hidup” oleh Frankl. Ia lalu menamakan nilai-nilai ini sebagai Asmaul Husna Value Sistem (AHVS) yang menghasilkan ultimate value dan ultimate drive.[18]
Kecerdasan spiritual  melahirkan iman  serta kepekaan yang mendalam. Fungsinya mencakup hal-hal yang bersifat supranatural dan religius. Inilah yang menegaskan wujud Tuhan, melahirkan kemampuan untuk menemukan makna hidup, serta memperhalus budi pekerti, dan dia juga yang melahirkan  mata ketiga  atau  indra keenam bagi manusia.
Dimensi spiritual mengantar manusia percaya kepada yang gaib dan ini merupakan  tangga yang harus dilalui untuk meningkatkan diri, dari tingkat binatang yang tidak mengetahui kecuali apa yang terjangkau oleh panca indranya menuju ke tingkat kemanusiaan yang menyadari bahwa wujud ini sebenarnya jauh lebih besar dan lebih luas daripada  wilayah kecil dan terbatas yang  hanya dijangkau oleh indra atau alat-alat yang merupakan kepanjangan tangan  indra.

Dengan kecerdasan emosi manusia mampu mengendalikan nafsu bukan membunuhnya.  Emosi atau nafsu sangat kita butuhkan, sebab dia merupakan  salah satu faktor yang mendorong terlaksananya tugas kekhalifaan, yakni  membangun dunia sesuai dengan kehendak dan tuntunan Ilahi. Dengan  kecerdasan itu, manusia akan mampu  mengarahkan emosi atau nafsu ke arah positif sekaligus mengendalikannya, sehingga tidak terjerumus dalam kegiatan negatif.
Kecerdasan emosional  mendorong lahirnya ketabahan dan kesabaran menghadapi segala tantangan dan ujian.  Salah satu tuntunan Rasul Saw. yang berkaitan dengan puasa   adalah apabila salah seorang di antara kita berpuasa, maka janganlah dia mengucapkan kata-kata buruk, jangan juga berteriak memaki. Bila ada yang memakinya, maka  hendaklah ia berucap “Aku sedang berpuasa”,  yakni  aku sedang mengendalikan nafsuku sehingga tidak akan berbicara atau bertindak kecuali sesuai dengan tuntunan agama.  Dengan demikian, kecerdasan  emosional menjadikan penyandangnya berbicara dan bertindak pada saat diperlukan dan dengan kadar yang diperlukan, serta  pada waktu dan  tempat yang tepat.
Kecerdasan-kecerdasan itulah yang menjadikan jiwa manusia seimbang dan menjadikannya berfikir logis dan obyektif, bahkan memiliki kesehatan dan keseimbangan tubuh. Karena, siapa yang berfungsi dengan baik kecerdasan emosi dan spiritualnya,   maka akan selamat pula anggota badannya dari segala kejahatan dan selamat pula hatinya  dari  segala  maksud buruk.

3.      Meningkatkan dan Mengembangkan ESQ
Ada beberapa tahap untuk  meningkatkan kecerdasan emosional, yaitu:
1.      Mengenali,  menyadari  dan  meyakini  bahwa  emosi  itu   ada  dan  nyata,  dan  sedan g  terjadi. Terdapat  beberapa  emosi  dasar  pada   manusia,  yaitu  gembira,  sedih,  marah,  takut,  kecew, jijik,  dan  heran.  Misalnya,  pada  saat  kita  melihat  seseorang  menampilkan  perilaku  yang  tidak sesuai dengan  yang  kita  harapkan , dan  merasa  marah  dengan  perilaku tersebut,  sadarkan  dir k ita  bahwa  k ita sedang   me rasa  marah. Kesadaran  ini  merupakan  dasar  dari  kecerdasan emosional.  Kesadaran  akan  emosi  yang   sedang   kita  alami  mencakup  pengenalan  atas  penyebab timbulnya  emosi dan  bagaimana ekspresi  dari  emosi  tersebut  sehingga  akan  mengarahkan kita untuk membuat keputusan  yang tepat dalam mengatasi keadaan emo si tersebut.
2.      Mengelola  emosi,  artinya  menan gani  perasaan  agar  bisa  terungkap dengan  tepat. Kecakapan mengelola  emosi  ini tergantung  pada  kesadaran  kita akan  emosi  diri  yang  sedang  terjadi.  Jika sudah  menyadari  emosi  yang  sedang   dialami,  pertimbangkan  apakah  cara  yang  biasa  kita lakukan   dalam  mengekspresikan  emosi  memiliki  keselarasan  dengan  situasi  dan   kondisi  yang ada.
3.      Memotivasi  diri,  yaitu  menata  emosi  untuk  mencapai  tujuan  yang  sangat  penting. Hal  ini berkaitan  dengan  pemberian  perhatian  untuk  memotivasi  dan  menguasai  diri  sendiri serta berkreasi.  Kesadaran  akan  emosi  yang   sedang  dialami  dan  pertimbangan  tentang   cara mengekspresikan  emosi  tersebut  dijadikan  dasar  untuk  membuat  perencanaan  dan  berkreasi. tentang  cara menyalurkan  emosi,  sehingga  apa  yang  kita  harapkan  dapat  dicapai  tanpa menimbulkan kerugian pada lingkungan/orang-orang di sekitar kita.
4.      Bersikap   optimis,  artin ya  memberikan  semangat  pada  diri  se ndiri  untuk  melakukan  sesuatu yang bermanfaat dan lebih baik, serta meyakinkan diri sendiri bahwa harapan selalu  ada. Go le man, men gatakan  bahwa  orang  yang optimis menganggap  bahwa kegagalan itu disebabkan oleh sesuatu yang dapat diubah sehingga mereka merencanakan dan mengusahakan  suatu  tindakan  yang  dapat  memberikan   keberhasilan  di  masa-masa  me ndatang; sedangkan  orang  yang  pesimis  mengang gap  bahwa  kegagalan  itu disebabkan  oleh  kesalahannya sendiri  yang  berasal dari pembawaan  yang  tidak  dapat  diubah,  sehingga  mereka menjadi putus asa dan  tentu saja tidak bisa meraih keberhasilan di masa mendatang .
5.      Mengenali emosi  orang  lain, yaitu  kita  berusaha  mengerti  dan mera sakan  kebutuhan orang  lain (berempati)  sehingga  orang   lain  merasa senang  dan  dimengerti  perasaannya.  Hal  ini  bisa dilakukan  dengan  cara  berusaha  memahami  bahasa  nonverbal  (bahasa  tubuh)  oran g  lain  yang mengandung muatan emosi tertentu dan berusaha memahami mengapa orang lain menunjukkan emosi  tersebut.  Dengan  demikian,  kita akan dapat memberikan respons yang tepat, dan pada akhirnya kita akan disukai orang lain.
6.      Membina  hubungan  sosial  (bergaul).  Keterampilan  membina  hubungan  sosial  akan  menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan hubungan antar pribadi, sehingga akan menunjang keberhasilan dalam bidang  apapun yang mengandalkan hubungan yang serasi  dengan orang  lain. Untuk  membina  hubungan,  seseorang  harus  belajar  mendeteksi  dan  memahami  perasaan, harapan,  bahkan  keprihatina n  orang  lain.  Pemahaman  akan  perasaan  orang   lain   akan  membawa pada  kebersamaan  dan  keakraban  yang   menyenangkan,  tetap itu  tidak  berarti  bahwa  kita   lalu mati-matian  mencocokkan diri p ada seseorang dengan mengabaikan perasaan kita sendiri.
7.      Merasakan  kebahagiaan. Cara  yang   bisa  dilakukan  diantaranya  adalah  melihat  hal-hal  positif yang  dimiliki sehingga dapat  menerima  dan menikmatinya, baik  saat  sendiri maupun bersama orang  lain, melakukan  kegiatan  yang  membuat  diri  kita  merasa  berguna   (misalnya  membantu orang  lain  yang   sedang  kesulitan),  melakukan  humor, istirahat dan makan yang cukup, berolahraga atau berekreasi, melakukan hobi kita.[19]
Cara Mengembangkan Kecerdasan Spiritual
Beberapa usaha yang  bisa  kita lakukan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual adalah:
1.    Melakukan introspeksi/refleksi diri tentang nilai-nilai/keyakinan yang  kita anut,
2.     Mengikuti suara hati (dorongan hati nurani),
3.    Mencoba  melaksanakan  perilaku-perilaku yang sejalan dengan sifat Tuhan (bagi yang  beragama Islam,  sifat  Tuhan  terkandung  dalam  Asma’u l  Husna).  Dengan   melak sanakannya,  maka  God Spot  kita  akan  berfungsi,  artin ya  kebutuhan  kita  secara  spiritual  akan  terpenuhi.  Mak in be rfungsi  God  spot  kita  me nunjukkan makin cerdas spiritual kita dan makin terpenuhi pula ketenangan  batin kita.
Ada beberapa hal yang dapat menghambat berkembangnya kecerdasan spiritual dalam diri sesorang, yaitu[20]
a.       Adanya ketidakseimbangan yang dinamis antara id, ego dan superego, ketidakseimbangan antara ego sadar yang rasional dan tuntutan dari alam tak sadar secara umum
b.      Adanya orang tua yang tidak cukup menyayangi
c.       Mengharapkan terlalu banyak
d.      Adanya ajaran yang mengajarkan menekan insting
e.       Adanya aturan moral yang menekan insting alamiah
f.       Adanya luka jiwa, yaitu jiwa yang menggambarkan pengalaman menyangkut perasaan terasing dan tidak berharga

Lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual menurut Roberts A. Emmons, The Psychology of Ultimate Concerns:
(1) kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan material;
(2) kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak;
(3) kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari;
(4) kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah; dan kemampuan untuk berbuat baik. 
Dua karakteristik yang pertama sering disebut sebagai komponen inti kecerdasan spiritual. perawat yang merasakan kehadiran Tuhan atau makhluk ruhaniyah di sekitarnya mengalami transendensi fisikal dan material. Ia memasuki dunia spiritual. Ia mencapai kesadaran kosmis yang menggabungkan dia dengan seluruh alam semesta. Ia merasa bahwa alamnya tidak terbatas pada apa yang disaksikan dengan alat-alat indrianya. Sebagai contoh perawat menyampaikan doa-doa personalnya dalam salat malamnya, mendoakan kesembuhan luka kliennya, memuali tindakan dengan bismillah, mengisi waktu luang dengan Sholat dluha, silaturahmi dengan keluarga klien. Ciri yang ketiga, terjadi ketika kita meletakkan pekerjaan biasa dalam tujuan yang agung.[21]

IV.   ANALISIS
Dari berbagai hasil penelitian telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosi memiliki peran yang jauh lebih penting dibandingkan dengan kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan otak barulah merupakan syarat minimal untuk meraih keberhasilan, kecerdasan emosilah yang sesungguhnya mengantarkan seseorang menuju puncak puncak prestasi bukan IQ. Terbukti banyaknya orang-orang yang memiliki kecerdasan intelek tinggi, tetapi terpuruk ditengah persaingan.
Sebaliknya banyak yang memiliki intelektual biasa-biasa saja justru sukses, dan pemimpin-pemimpin diberbagai kelompok. Namun seringkali pula, kekosongan batin muncul disela-sela puncak prestasi yang diraihnya. Setelah prestasi telah dipijaknya, setelah semua pemuasan kebendaan diraihnya, ia terpuruk dalam kekosongan batin yang amat sangat. Ai tidak tahu lagi kemana seharunsnya melangkah, untuk tujuan apa semua itu dilakukan . disinilah ESQ berperan, ESQ sebagai sebuah metode dan konsep yang jelas dan pasti adalah jawaban dari kekosongan batin tersebut.
V.      KESIMPULAN
Kecerdasan emosional : kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa.[22]
Pusat dari EQ adalah “qalbu” . Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat , integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.
Kecerdasan spiritual atau yang biasa dikenal dengan SQ (bahasa Inggris: spiritual quotient) adalah kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif.
Kecerdasan spiritual atau spiritual intelligence atau spiritual quotient (SQ) ialah suatu intelegensi atau suatu kecerdasan dimana kita berusaha menyelesaikan masalah-masalah hidup ini berdasarkan nilai-nilai spiritual atau agama yang diyakini. Kecerdasan spiritual ialah suatu kecerdasan di mana kita berusaha menempatkan tindakan-tindakan dan kehidupan kita ke dalam suatu konteks yang lebih luas dan lebih kaya, serta lebih bermakna. Kecerdasan spiritual merupakan dasar yang perlu untuk mendorong berfungsinya secara lebih efektif, baik Intelligence Quotient (IQ) maupun Emotional Intelligence (EI). Jadi, kecerdasan spiritual berkaitan dengan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional.[23]
Peran SQ adalah sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.[24] Nggermanto mengatakan bahwa sesorang yang memiliki SQ tinggi adalah orang yang memiliki prinsip dan visi yang kuat, mampu memaknai setiap sisi kehidupan serta mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan kesakitan.[25]
Manusia menurut konsep ESQ adalah makhluk spiritual murni, yaitu makhluk yang ditiupkan ruh-ruh spiritual ke dalam tubuh manusia. Sifat-sifat tersebut kemudian dipadukan ke dalam materi konkret berupa tubuh atau jasad manusia yang terbuat dari tanah
Kecerdasan-kecerdasan itulah yang menjadikan jiwa manusia seimbang dan menjadikannya berfikir logis dan obyektif, bahkan memiliki kesehatan dan keseimbangan tubuh. Karena, siapa yang berfungsi dengan baik kecerdasan emosi dan spiritualnya,   maka akan selamat pula anggota badannya dari segala kejahatan dan selamat pula hatinya  dari  segala  maksud buruk.


VI.   PENUTUP
Demikianlah makalah yang didapat kami susun, apabila ada kekurangan atau kesalahan kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membaangun. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.Amin.....


DAFTAR PUSTAKA
Agus Nggermanto, Quantum Quotient (Kecerdasan Quantum) : Cara Tepat Melejitkan IQ, EQ, dan SQ Secara Harmonis, Nuansa, Bandung, 2002.
Ary Ginanjar Agustian , ESQ Power, cetakan ke-14, Arga Publishing, Jakarta 2009
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ), Arga Wijaya Persada, Jakarta, 2001.
Ary Ginanjar Agustian. Rahasia Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ) Berdasarkan Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Penerbit Arga,  Jakarta 2001
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,2002.
H. Djaali, Psikologi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 2008
Herlina, Mengembangkan Kecerdasan Intelektual, Emosional, Dan Spiritual, Makalah, Disampaikan dalam Kegiatan Pendampingan Anak Berbakat SMAN 1 Bogor, Desember 2007
Imam al-Ghazaly, Teori dasar Penyucian Jiwa, Nur Insani, , Jakarta 2003
M. Berman, Developing SQ (Spiritual Intelligence) Throught ELT, http://www.eltnesletter.com, diunduh 12 Juni 2005
Maria Sumediyani, , Kecerdasan Spiritual dan Problema Bangsa Ini www.google.com , 2002, diunduh 12 Juni 2009
Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak. Sumber : Jalaluddin Rakhmat  http://www.muthahhari.or.id/doc/artikel/sqanak.htm 

Peranan IQ, EQ, dan ESQ dalam membenahi kualitas dunia pendidikan, Mei 30, 2009 diunduh: http://ammymath.wordpress.com/2009/05/30/peranan-iq-eq-dan-esq-dalam-membenahi-kualitas-dunia-pendidikan/ , tgl 17 Feb 2012, jam 10:24

Steven J.Stein, dan Howard E. Book, LEDAKAN EQ 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses, PT Mizan Pustaka, Bandung:2004
Wikipedia,  Kecerdasan Spiritual, di unduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan_spiritual#cite_note-Kecerdasan-0, tanggal 21 Februari 2012, pukul 11.00
Jalaluddin Rakhmat, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak. Diunduh dari
http://www.muthahhari.or.id/doc/artikel/sqanak.htm , pada tanggal 21 Februari 2012, pukul 11.00


[1] H. Djaali, Psikologi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 2008, hal. 37
[2] Steven J.Stein, dan Howard E. Book, LEDAKAN EQ 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses, PT Mizan Pustaka, Bandung:2004, hal. 30-31
[3] Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,2002, hal.45
[4] Imam al-Ghazaly, Teori dasar Penyucian Jiwa, Nur Insani, Jakarta, 2003, hlm. 44.

[5] Peranan IQ, EQ, dan ESQ dalam membenahi kualitas dunia pendidikan, Mei 30, 2009

[6]Wikipedia,  Kecerdasan Spiritual, di unduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan_spiritual#cite_note-Kecerdasan-0, tanggal 21 Februari 2012, pukul 11.00
[7] Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak. Sumber : Jalaluddin Rakhmat
[8] M. Berman, Developing SQ (Spiritual Intelligence) Throught ELT,
http://www.eltnesletter.com, diunduh 12 Juni 2005
[9] Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ), Arga Wijaya Persada, Jakarta, 2001, hal. 57
[10] Ary Ginanjar Agustian, Loc.Cit.
[11] Agus Nggermanto, Quantum Quotient (Kecerdasan Quantum) : Cara Tepat Melejitkan IQ, EQ, dan SQ Secara Harmonis, Nuansa, Bandung, 2002, hal.123
[12] Ary Ginanjar Agustian. Rahasia Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ) Berdasarkan Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Penerbit Arga,  Jakarta 2001, hal. 10-11
[13] Ary Ginanjar Agustian , ESQ Power, cetakan ke-14, Arga Publishing, Jakarta 2009, hal. 144
[14] Ary Ginanjar Agustian, Ibid,hal.188
[15] Ary Ginanjar Agustian, Ibid,hal.96
[16] Ary Ginanjar Agustian, Ibid,hal.99
[17] Ary Ginanjar Agustian, Ibid,hal.103
[18] Ary Ginanjar Agustian, Ibid,hal.104
[19] Herlina, Mengembangkan Kecerdasan Intelektual, Emosional, Dan Spiritual, Makalah, Disampaikan dalam Kegiatan Pendampingan Anak Berbakat SMAN 1 Bogor, Desember 2007
[20] Maria Sumediyani, , Kecerdasan Spiritual dan Problema Bangsa Ini www.google.com, 2002, diunduh 12 Juni 2009
[21] Jalaluddin Rakhmat, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak. Diunduh dari 
http://www.muthahhari.or.id/doc/artikel/sqanak.htm , pada tanggal 21 Februari 2012, pukul 11.00
[22] Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,2002, hal.45
[23] Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak. Sumber : Jalaluddin Rakhmat
[24] Ary Ginanjar Agustian, Loc.Cit.
[25] Agus Nggermanto, Quantum Quotient (Kecerdasan Quantum) : Cara Tepat Melejitkan IQ, EQ, dan SQ Secara Harmonis, Nuansa, Bandung, 2002, hal.123