Nama : Najap lestari
Nim : 110256
HADIST MAUDHU'
A.
PENDAHULUAN
Kehadiran hadits berfungsi sebagai tabyin wa
taudhih terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Tanpa kehadiran hadits, umat Islam
tidak mampu menangkap dan merealisasikanhukum-hukum yang terkandung dalam
Al-Qur’an secara mendalam. Dari sini diketahui bahwa hadits mempunyai kedudukan
yang sangat penting, namun hadits tidak seperti Al-Qur’an yang secara resmi
telah ditulis pada zaman Nabi SAW dan dibukukan pada masa khalifah Abu Bakar
al-Shiddiq. Hadits baru ditulis dan dibukukanpada masa kekhalifahan Umar bin
Abdul Aziz.
Kesenjangan waktu antara sepeninggal Rasulullah
SAW dengan pembukuan hadits merupakan kesempatan yang baik bagi para
orang-orang atau kelompok tertentu untuk memulai aksinya untuk membuat dan
mengatakan sesuatu yang kemudian dinisbatkan kepada Rasulullah SAW, dengan
alasan yang dibuat-buat. Inilah yang kemudian disebut dengan hadits maudhu’
atau hadits palsu.
B.
PERMASALAHAN
1.
Latar belakang munculnya hadits maudhu’.
2.
Perkembangan hadits maudhu’.
3.
Usaha para Ulama’ dalam menyikapinya.
C.
PEMBAHASAN
1.
Latar belakang munculnya hadits maudhu’
Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadits tidak
hanya dilakukan oleh umat Islam, namun juga oleh orang-orang non-Islam. Ada beberapa motif yang
mendorong mereka membuat hadits palsu, antara lain:
a.
Pertentangan Politik
Politik yang terjadi pada masa kekhalifahan Ali
bin Abi Thalib berpengaruh besar terhadap perpecahan umat Islam ke dalam
beberapa golongan dan kemunculan hadits-hadits palsu. Pada akhirnya,
masing-masing kelompok berusaha mencari dalilnya ke dalam Al-Qur’an dan sunnah,
dalam rangka mengunggulkan kelompok atau madzhabnya masing-masing. Ketika tidak
ditemuinya, maka mereka mulai membuat pernyataan-pernyataan yang disandarkan
pada Nabi SAW.
Menurut Ibnu Abi Al-Haddad dalam Syarah Nahj
Al-Balaghah , bahwa pihak yang pertama-tama membuat hadits palsu adalah
dari golongan Syi’ah, dan kelompok Ahlussunnah juga menandinginya dengan
hadits-hadits lain yang juga maudhu’.
b.
Usaha Kaum Zindik
Kaum Zindik termasuk golongan kaum yang membenci
Islam, baik Islam sebagai Agama atau sebagai dasar Pemerintahan. Mereka tidak
mungkin melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan pemalsuan Al-Qur’an,
maka cara yang paling tepat dan memungkinkan adalah melalui pemalsuan hadits,
dengan tujuan menghancurkan agama dari dalam.
c.
Fanatik Terhadap Bangsa, Suku, Negeri, Bahasa dan Pimpinan
Mereka membuat hadits palsu karena didorong oleh
sikap ego dan fanatic buta serta ingin menonjolkan seseorang, kelompok,bangsa
atau yang lainnya. Golongan Asy-Syu’ubiyyah yang fanatik terhadap bangsa Persi
mengatakan:
اِنَّ اللهَ إِذَا غَضَبَ أَنْزَلَ
الْوَحْيَ بِاالْعَرَبِيَّةِوَإِذَارَضِيَ أَنْزَلَ الْوَحْيَ بِالْفَارِسِيَّةِ
“Apabila Allah murka, maka Dia menurunkan wahyu
dengan bahasa Arab dan apabila senang akan menurunkannya dengan bahasa Persi”
d.
Mempengaruhi Kaum Awam dengan Kisah dan Nasehat
Mereka melakukan pemalsuan ini guna memperoleh
simpatik dari pendengarnya dan agar mereka kagum melihat kemampuannya. Hadits
yang mereka katakana terlalu berlebihan dan tidak masuk akal. Seperti:
مَنْ قَا لَ لاَ اللهُ خَلَقَ
اللهُ مِنْ كُلِّ كَلِمَةٍ طَا ئِرًا مِنْقَا رُهُ مِنْ ذَهَبٍ وَوَرِيْشُهُ مِنْ
مَرْجَانٍ
“Barangsiapa yang mengucap kalimat
Lailahaillallah, Allah akan menciptakan seekor burung (sebagai balasan dari
tiap-tiap kalimat) yang paruhnya terdiri dari emas dan bulunya dari marjan”
e.
Perselisihan Madzhab dan Ilmu Kalam
Munculnya hadits-hadits palsu dalam masalah
fiqih dan ilmu kalam ini berasal dari para pengikut Madzhab. Mereka berani
melakukan pemalsuan karena didorong sifat fanatic dan ingin menguatkan
madzhabnya masing-masing.
Diantara hadits-hadits palsu dalam masalah ini
adalah:
No
|
Hadits-hadits
palsu
|
1
|
Siapa yang mengangkat kedua tangannya
dalam shalat, maka shalatnya tidak sah
|
2
|
Jibril menjadi Imamku dalam shalat
|
3
|
Yang junub wajib berkumur dan menghisap
air 3 kali
|
4
|
Semua yang ada di bumi dan langit serta
yang ada diantara keduanya adalah makhluk, kecuali Allah dan Al-Qur’an
|
Dan kelak aka nada diantara umatku yang
mengatakan “Al-Qur’an itu makhluk”. Barangsiapa yang mengatakan demikian, maka
ia telah kufur kepada Allah Yang Maha Agung dan saat itu pula jatuhlah talak
kepada istrinya.
Membangkitkan Gairah Beribadat, Tanpa
Mengerti Apa yang Dilakukan
Banyak diantara para Ulama’ yang membuat hadits
palsu dengan dan bahkan mengira bahwa usahanya itu benar dan merupakan upaya
pendekatan diri kepada Allah SWT, serta menjunjung tinggi agamaNya. Mereka
mengatakan “kami berdosa semata-mata untuk menjunjung tinggi nama Rasulullah
dan bukan sebaliknya”.
a.
Menjilat Penguasa
Ghiyas bin Ibrahim merupakan tokoh yang banyak
ditulis dalam kitab hadits sebagai pemalsu hadits tentang ”perlombaan”. Matan
asli sabda Rasulullah berbunyi:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فىِ فَصْلٍ
أَوْخُوْفٍ
Kemudian Ghiyas menambahkan kata أَوْجُناَحٍ dalam akhir hadits tersebut, dengan maksud agar diberi
hadiah atau simpatik dari Khalifah Al-Mahdy. Setelah mendengar hadits tersebut,
Al-Mahdy memberikan hadiah sepuluh ribu dirham, namun ketika Ghiyas membalik
hendak pergi, Al-Mahdy menegurnya seraya berkata “aku yakin itu
sebenarnya merupakan dusta atas nama Rasulullah”. Menyadari akan hal itu, saat
itu juga Khalifah memerintahkan untuk menyembelih burung merpatinya.
1.
Perkembangan Hadist Maudhu’
Pada mulanya para mutakallim bersilang pendapat
tentang benar tidaknya terjadi pemalsuan didalam hadist, jika dilihat dari segi
periwayatannya. Ibnu khatsir mensinyalir bahwa, sebagian para mutakalim
menolak adanya anggapan bahwa bisa saja terjadi pemalsuan hadist secara
menyeluruh. Adapun sebagian lainnya menyatakan bahwa bisa saja terjadi
pemalsuan didalam hadist apabila didasarkan pada fakta empirik sejarah
masyarakat Islam, memang telah terjadi pemalsuan dalam riwayat hadist yang
banyak beredar di masyarakat. Hal ini terbukti setelah dilakukan penelitian
para Ulama Muhadistin.
Namun kemudian, persoalan muncul tentang batasan
masa awal permulaan terjadinya pemalsuan hadist maudhu’ dan munculnya
hadist-hadist palsupun diperselisihkan para Ulama Muhaditsin. Dalam hal ini
terdapat tiga pendapat dikalangan para muhaditsin:
Pendapat pertama, menyatakan bahwa pemalsuan hadits dan munculnya riwayat
hadits maudhu’ mulai terjadi sejak periode nabi Muhammad SAW. Pendapat ini
dianut oleh Ahmad Amin dan Hasyim Ma’ruf Asy-Syi’i. Argumen kedua Ulama’ ini
didasarkan pada konsekuensi logis atas sinyalemen hadits nabi yang
mengungkapkan ancaman keras terhadap semua orang yang berupaya melakukan
pendustaan pada diri Nabi. Sebagaimana disebutkan dalam salah satu pernyataan
haditsnya:
حَدَّثَنَامُحَمَّدُبْنُ
عُبَيْدِالْغُبَرِي حَدَّثَنَاأَبُوْعَوَانَةَعَنْ أَبِيْ حَصِيْنٍ عَنْ أبِيْ
صَالِحٍ عَنْ أبِيْ هُرَيْرَةَر.ع.قَالَ:قَالَرَسُوْلُ اللهِ ص.م.:مَنْ كَذَّبَ
عَلَيَّ مُتَعَمِّدًافَلْيَتَبَوَّأْمَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.
“Muhammad bin Ubaid Al-Ghubari menceritakan
kepadaku bahwa Abu Awanah dari Abu Hashin, dari Abu Sholeh dari Abu Hurairah
r.a. dia berkata, bahwa Rasulullah SAW.bersabda, “barang siapa berdusta
terhadap diriku secara sengaja, dia pasti akan disediakan tempat kembalinya di
neraka.”
Pendapat kedua, menyatakan bahwa pemalsuan hadis baru terjadi pada tahun
40 H dan berkembang pada masa sesudahnya. Pendapat ini diungkapkan oleh Akram
Al-Umari. Ia menyatakan bahwa gerakan pemalsuan hadits mulai terjadi sejak
paruh kedua dari kekhalifahan Umar bin Affan. Pada paruh kedua ini timbul
situasi yang sangat caos,timbul pertentangn dan perpecahan dikalangan
umat islam (al-fitnah) sehingga sebagian masyarakat terbagi-bagi dalam
menghadapi Ustman. Selain itu timbul fitnah yang membara untuk memerangi Ustman
dan muncul sifat dendam dan hilangnya sifat keikhlasan.
Pendapat demikian dikuatkan juga oleh beberapa
riwayat palsu yang pernah beredar dan berasal dari kalangan sahabat.
Diantaranya adalah riwayat Ibnu Addis yang meriwayatkan ucapan Rasulullah SAW.
Bahwa وَنَعْلُ
عُثْمَانَ أَضَرُّمِنْ عُبَيْدَةَ (sandal Utsman
lebih sesat dari ‘Ubaidah).
Dengan riwayat ini, bisa diduga bahwa Ibnu Addis adalah orang pertama
yang melakukan pemalsuan hadits.
Pendapat ketiga, menyatakan bahwa pemalsuan hadits mulai terjadi pada
akhir abad pertama hijriyah. Pendapat ini diungkapkan oleh Abu Syuhbah dan Abu
Zahu. Kedua tokoh ini mengambil dasar pendapatnya dari masa penyusupan
musuh-musuh islam.[1]
ketika
umat islam melemah dan mulai terjadinya masa al-fitnah(kekacauan) pada
periode kepemimpinan Ustman. Dalam masa ini dimanfaatkan oleh kaum Zindiq
dengan menghembuskan paham yang saling mengadu domba. Situasi ini terjadi pada
tahun ke-41 H, pada masa akhir kepemimpinan Ustman bin Affan.[2]
2.
Usaha Para Ulama’ dalam Memberantas Hadits Palsu
Melihat munculnya hadits-hadits palsu, para
ulama tidak tinggal diam. Mereka melakukan segala usaha dan upaya untuk
memberantas hadits palsu. Diantaranya adalah:
a.
Berpegang pada sanad
Karena berpegang pada sanad, seorang perawi
dapat mengetahui atau mengecek kembali apakah perawi sebelumnya itu termasuk
tsiqah atau tidak.
b.
Ketelitian dalam meriwayatkan hadits
Disamping sanad, para ulama mulai zaman
Thabi’in hingga zaman setelah mereka sangat teliti dan hati-hati
dalam meriwayatkan hadits.
c.
Memerangi para pendusta dan tukang cerita
d.
Menjelaskan ”status” perawi hadits
Terkadang perawi hadits harus menjelaskan
mengenai keadaan perawi hadits yang diriwayatkannya, sejarah hidupnya,
guru-gurunya, murid-muridnya, perjalanannya dalam menuntut hadits, dlsb.
e.
Membuat kaidah-kaidah untuk mengetahui hadits palsu
Misalnya saja dengan mengetahui batasan-batasan
hadits shahih, hasan dan dha’if.[3]
A.
KESIMPULAN
Dari beberapa motif pembuatan hadits palsu
diatas, dapat disimpulkan bahwa:
Adanya
faktor kesengajaan dan ada yang tidak sengaja merusak agama,
Meskipun demikian, alasan apapun yang dikatakan,
bahwa membuat dan meriwayatkan hadits palsu merupakan perbuatan tercela dan
menyesatkan, karena hal inni sangat bertentangan dengan sabda Rasulullah SAW,
seperti yang telah disebutkan dahulu.
Juga mengenai awal kemunculan hadits maudhu’
ini, para Ulama’ muhaditsin mempunyai silang pendapat antara yang satu dengan
yang lainnya.
Meski demikian, para Ulama’ tidak tinggal diam.
Mereka memberikan kepada kita acuan untuk menilai hadits, apakah ia layak
digunakan atau
tidak.
B.
PENUTUP
Demikian makalah yang kami sampaikan, apabila
ada kesalahan dalam penulisan maupun penyampaian, kami mohon maaf
sebesar-besarnya. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami
harapkan demi perbaikan makalah yang akan datang.
C.
DAFTAR PUSTAKA
kapanpunbisa.blogspot.com/2001/09/10/usaha-para-ulama-dalam-memberantas.html?spref=f6
Najib, Mohammad, Pergolakan Politik Umat Islam Dalam
Kemunculan Hadis Maudhu, Bandung :Pustaka
Setia, 2001, cetakan I.
Supana Mundzier, Ilmu Hadits, Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2002,
cetakan III.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar